Posts

Showing posts from October, 2014

Asa Ribuan Kilo(meter)

Image
Teringat pesan seorang ayah/ guru/ suami bunda pemberi beasiswa saat duduk di bangku kuliah S1 dulu. "Erna, kalau mau lanjut kuliah S2, ambil di luar, jangan di Indonesia. Di luar sana Erna akan belajar banyak tentang dunia. Tentang karakter manusia. Tentang betapa beragamnya budaya. Tentang pahit-manisnya hidup yang akan membuat Erna lebih bijak dan dewasa. Dan yang terpenting adalah tentang betapa perlunya kita melihat bahwa dunia ini bukan hanya Indonesia.." Aah.. betapa beruntungnya Allah mentakdirkanku bertemu dengan beliau waktu itu. Sosok yang notabene hanya 1-2 kali aku bertemu dengannya. Berkesempatan mengambil nasehat dan pelajaran berharga darinya. "Kalau mau ambil S2 perikanan jangan tanggung-tanggung. Norwegia, Finlandia atau Islandia. Disana bagus." tambahnya lagi. Norwegia? Finlandia? Belahan dunia sebelah mana itu? ***   Ketika SMP, kami pernah mendapat tugas untuk mempresentasikan kehidupan sosial-budaya-ekonomi beberapa negara di b

Am I Japanese?

"Off.. bunu calismiyor ya, Hocam!" (aduh ini gak bisa, Pak!). Kugeser si tikus hitam itu beberapa kali tapi kursor tetap saja tak bergeming. Ia meletakkan cangkir kopinya, bergegas keluar. "Ondan goremedim." (gak kelihatan dari situ) sambarku cepat saat guvenlik* itu menunjuk layar komputer sebelah kiri. Sengaja ia menelungkupkan tangan kiri ke bagian layar, menghindari silau matahari. Ah, tentu saja ia bisa melakukannya dengan mudah. 180-an senti mungkin tinggi badannya.  Terang saja aku tak bisa melakukan hal serupa. "Ismin neydi?" (siapa namamu?) tanyanya sambil men- scroll daftar nama yang terpampang di layar. "Erna." "Ernawaki Ernawaki" tambahku lagi. Dengan satu klik dan ya, aku berhasil melewati gerbang utama asrama.  Sepanjang perjalanan menuju blok aku hanya berpikir kenapa kali ini aku mengakui namaku sebagai Ernawaki. Sementara dulu bersitegang dengan manajer asrama demi nama 'Ernawati'. Bahkan di yemekhan

Aah.. Terlalu indah untuk dikenang!

Image
Waa... di tengah tumpukan jurnal yang semakin menggunung >.< Nemu ini rasanya~ SESUATU :') Mari kita bersahabat.. menyatukan hati dan hati ^_^ #random

TTA (bagian #1)

Aaah! Keterlaluan sekali mereka!. Kalau kata A Rafiq dalam lagunya: 'sungguh kau tak pandai menimbang rasa..!' Malam itu kudapati ibu teremenung sendu di pojokan dapur. Bukan. Bukan sendu atas kebandelan kayu bakar semi basah yang tak kunjung terbakar di tungku. Tak pantas juga merenungi harga sembako yang memang semakin menggila akhir-akhir ini. Apa mau dibuat? Harga naik gak naik, tetap saja.. susah. Kutarik kursi kayu kecil dekat gentong air. Mengusap debu tak tampak satu dua kali, sekedarnya. Duduk sedekat mungkin dengan tungku, dekat ibu.   "Kenapa lagi, Bu?" Ekspresi itu sudah berulang kali kulihat. Beban super berat seolah sedang menggelayuti pipinya yang sudah mulai keriput dan kempot disana-sini. Muram. Beberapa kali hanya terdengar desahan nafas berat diantara gemeretuk bunyi ranting yang mulai terbakar. Sesekali beliau tersenyum getir, untuk dirinya sendiri. "Ibu salah ya? heh.." sekali lagi senyumnya tersungging. Pandangannya tak ber

Kanan atau kiri?

“Inget ya Er, nanti begitu turun dari tangga, naik metro yang sebelah kiri. Bukan  kanan. Ambil arah Evka 3. Inget, kiri. Bukan kanan.“ Berkali-kali kalimat itu ia ucapkan dengan penekanan di kata kiri dan kanan. Kujawab dengan anggukan tanda berusaha mengerti. Meskipun air muka Mas Agus tampaknya tidak begitu yakin dengan gelagatku. Ia tertunduk pasrah, menghembuskan napas berat.  “Kalau ada apa-apa telepon Mas saja, ya? Mas pergi dulu. Awas, jangan-nyasar-lagi.” tambahnya kemudian, sebelum benar-benar pergi meninggalkanku diantara lalu-lalang manusia yang berebut menuju metro. Hanya hitungan detik punggungnya hilang ditelan keramaian. Suara melengking gesekan rel dan roda metro terdengar jelas dari tempat terakhir kami berdiri. Aku bergegas menuruni eskalator. Takut-takut terlambat naik metro, yang berarti akan telat masuk kelas Bahasa. Rasanya tidak lucu saja menghiasi daftar hadir minggu pertama kuliah dengan tinta merah. Di negeri orang pula. Nama Indonesia taruhannya.

Hakikat menuntut ilmu [sebuah refleksi]

"Kamu mahasiswa master? Allah Allah.. sarjana-master-doktor terus pulang kampung terus apa lagi? Sekolah aja terus.." Bapak paruh baya petugas perpustakaan itu terus berkomentar tanpa mengalihkan pandangannya dari form biodata yang baru saja kuisi. Aku dan Emen (adik kelas yang kecipratan masuk celoteh di blog ini :P) hanya tersenyum mendengar ocehannya yang-sama-sekali-tidak-bermaksud-menyinggung-kami. Ya, ini pertama kalinya aku meminjam 'kitab' dari perpustakaan kampus Ege. Uang lembar 5 lira kuserahkan sebagai uang administrasi peminjaman buku, mungkin. Iya juga sih kalau dipikir-pikir. Sekolaaaah.. mulu. Terus nanti mau ngapain? Jadi inget sama komentar ibu dan bapak di rumah. "Teteh gak capek sekolah terus? S1, S2, S3, terus nanti ada S4? S nya sampe berapa itu?" "S4..? Ada. Henfon. Kataku sekenanya. Jawaban yang aku yakin ibuku akan menganggap bahwa S4 itu benar-benar ada =D. "Ooh.. terus nanti kalau udah beres sekolah mau ngapain?